Move On

Nama : Fajar Rahmana
Kelas : 3EB18
NPM : 22211643
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia 2
Tugas : Membuat Sebuah Cerpen


“Hey , serius banget liat ke bawah, emang ada apaan sih di bawah?” Tanya Fia kepada Gina yang sedang berkonsentrasi menatap lapangan basket. “ah, bukan apa-apa kok, hehe.. .” Balas Gina . Matanya tidak lepas dari lapangan basket. Fia mencoba menelusuri pandangan sahabatnya itu.

“Lu ngeliatin Joko sama pacarnya? Udahlah, cowok kayak gitu mah nggak usah diinget lagi atau lu jangan-jangan masih sayang sama dia ya ? Lu belum move on?! ” Tanya Fia bertubi-tubi. “Enggak, Cuma liat aja, lagipula aku kan udah move on sama dia.” Tunjuk Gina kepada laki-laki yang sedang asyik bermain basket. Sesekali dia melirik ke arah tempat Gina dan Fia berdiri.

“Tuh, doi liat kesini. Buruan jadian aja, haha...” Ujar Fia mengompori. “Jadian? Ngaco kamu, Mau ditaruh dimana mukaku kalau aku ngajak dia jadian?” balas Gina terkejut. “Terus lu mau diem dan nunggu ditembak dia gitu?” Tanya Fia. Gina terdiam. Ia tidak tau harus mau menjawab apa. “Karena gue sahabat lu, gue bakal bantuin lu PDKT sama dia, bagaimna ?.” Tanya Fia. “Serius? Caranya?” Tanya Gina antusias.

“Bentar, lu tau nama dia engga?”
“Tau lah, namanya Bagus dia dari jurusan Akuntansi juga.”
“Besok lu harus berani ngobrol sama dia, gimana?” Tanya Fia. Gina menyanggupi saran Fia.

Keesokan harinya, dengan semangat menggebu Gina pun mendatangi kelasnya Bagus. Sebenarnya tidak masuk sih, Cuma lewat. Kebetulan Bagus ada di tengah jalan. “Permisi, maaf mau lewat.” Ujar Gina pelan dengan melontarkan senyumnya. “Oh, iya. Silahkan.” Bagus mempersilahkan. Ia membalas senyum menatap Gina. “Ya rabb.. senyumnya manis sekali.” Kata Gina dalam hati.

Dalam perjalanan ke kelas, Gina senyam senyum sendiri. “Gimana? Gimana?” Tanya Fia. “Tidak banyak obrolan fi, aku hanya bilang permisi aja, kemudian dijawab ‘Oh, ya silahkan’ tapi senyumnya itu lho fi, ya ampuuuunn….!” Gina mengguncang tubuh Fia kegirangan. “ciyee.. selamat ya selamat. Pertahankan terus gin!” Fia mengacungkan jempolnya.

Beberapa hari kemudian, Gina semakin banyak bercerita tentang Bagus. Namun suatu hari, Bagus mendatangi mereka berdua. Tentu Gina yang aliran darahnya mengalir lebih cepat. “Mau apa lu kesini?” Tanya Fia dengan ketus. “Gue kesini mau ngomong, kalau gue suka sama lo fi.”
cetaaarrrr…
Petir seakan menyambar Gina setelah mendengar ucapannya Bagus. Sama terkejutnya dengan Fia. “Lo mau kan jadi pacar gue?” Tanya Bagus pasang muka serius.
“Pergi lo dari sini!!!” usir Fia dengan kesalnya.
“Tapi jawab dulu pertanyaan gue. Lo ma…”
“Enggak! Sekarang mending lo pergi!” Fia memotong kalimat Bagus. Fia tau Gina sedang hancur saat ini. Ia tidak ingin Gina marah besar padanya. “Gina, elu engga marah kan sama gue? Lu kan tau sendiri gue udah punya pacar. Mana mungkin gue naksir sama Bagus, wallahi….” Fia berusaha meyakinkan Gina yang kini menerawang jauh.

“Engga kok fi, lagipula aku udah bisa move on dari Bagus.” Suara Gina sedikit bergetar tanda ia menahan air mata walaupun dia melontarkan senyumnya. “Masa sih? Secepat itukah?” fia tau, Gina tidak semudah itu melupakan Bagus. “Bener kok fi. Tuh, orangnya yang itu.” Gina sembarang menunjuk. “Apa? Serius? Dia? Iqbal?” fia tidak percaya.
“Iya, Iqbal. Memangnya kenapa?”
“Iqbal itu pl*yboy gin. Udah berapa coba mantannya, semua mantannya itu udah pernah dimainin. Itu FAKTA!!” Fia menekankan kata “fakta”.
“Tapi dia manis kok.” Jawab Gina asal.
“Pliis, deh, Gin. Gue engga mau debat sama lu, takut kalah. Intinya lu engga boleh suka sama dia.” Fia menyerah dan menasihati Gina.

Ternyata Gina benar serius dengan ucapannya. Hanya dalam waktu sehari dia bisa menyukai Iqbal meski dia tahu Iqbal anak paling bermasalah di sekolahnya. Tapi tetap saja, kejadian soal Bagus membuatnya takut hal serupa akan terjadi padanya.

Sementara, kita lupakan dulu sejenak soal Iqbal. Hari ini sudah masuk Semester baru, sebagai pengurus BEM, Gina tentu ikut mensukseskan kegiatan PPSPPT yang di adakan rutin setiap tahunnya untuk menyambut mahasiswa baru dikampusnya . Salah satu jobdesk dia diacara tersebut adalah mengisi games di tengah-tengah materi.

“Sepertinya lu bakal jadi idola anak baru ya.” Fia mengomentari Gina setelah ia mengisi games. “Masa sih? Eh iya, ngomong-ngomong kamu tau engga soal Wanda dan Sitha?” Gina mengalihkan pembicaraan.
“Duo dancer yang katanya BFF (best firend forever) itu bukan?”
“Iya, katanya mereka musuhan karena rebutan cowok.” Gina mengatakannya dengan antusias.
“ah, Masa sih?”
“Sampe Sitha pindah kampus lho.” Ujar Gina.
“engga konsisten banget jadi sahabat. Segampang itu ngerusak persahabatan Cuma karena seorang cowok.” Kata Fia.
“Menurutku, sahabat rusak gara-gara seorang cowok atau cewek itu sahabat rendahan. hehe.” Ketusnya.
“Gue setuju banget sama lu, Gin.” Fia mengacungkan jempolnya.

Keesokan harinya, ketika Gina mengajak Fia ke kantin, tanpa mereka tahu mereka dihadang oleh Iqbal. Kemeja dia keluarkan, kacamata hitam, kesan cowok pl*yboy pun melekat pada dirinya. “Hei cantik” Goda Iqbal. Fia merasa risih, begitu juga dengan Gina.
“gue boleh nanya ngga?”
“Nanya apaan?” balas Fia dengan galak.
“Udah ada yang punya belum? Kalo belum jadi punyaku mau ngga?” Iqbal mengeluarkan senyum pl*yboynya.
“Dasar pl*yboy lo! Amit-amit gue jadi pacar lo. Najes , Cuih!” fia menggertak sambil berusaha meraih tangan Gina.

“Loh, Gina mana?” tanpa disadarinya, Gina sudah menghilang. Ia tahu, Gina pasti kecewa dan kali ini marah besar padanya. Buru-buru Fia pergi mencari Gina. “Gina…” panggilnya ketika melihat Gina tertunduk di depan kelas.

“Gin, lu engga marah kan sama gue?” Tanya Fia dengan sedikit merasa bersalah. Gina hanya buang muka. “Plis, Gin, gue bener-bener engga tau apa-apa soal ini, wallahi...” Kini Gina membelakangi Fia. “Oke, gue tau. Lu marah banget, gue rasa lo butuh waktu untuk sendiri dulu. Tapi lo musti inget kata-kata lu kemaren. Sahabat rusak Cuma karena cowok itu adalah sahabat rendahan, ingetkan kalimat itu, Gin? Lu mau jadi sahabat rendahan, engga kan?”

Panjang kali lebar Fia berkata, tapi Gina tidak merespon sama sekali. “Oke, terserah lu mau diem sampe kapan, tapi lu harus inget satu hal, gue akan selalu jadi sahabat lu. Gue bakal tunggu lu mau maafin gue.” Fia akhirnya pergi meninggalkan Gina yang terus saja menahan air matanya.

Hari-hari berikutnya terasa hampa bagi mereka, Gina masih marah soal Iqbal. Namun dia juga sedih tidak bicara dengan sahabatnya itu.

Gina, gadis yang sopan, ceria, pandai, taat tata tertib, rapi, ramah dan baik. Sedangkan Fia, gadis yang kurang memperhatikan sekitar, bicaranya agak nyelekit(kasar), cuek namun manis wajahnya. Sifat yang bertolak belakang inilah yang membuat mereka bersahabat.

Soal popularitas, Fia terkenal dan disukai banyak cowok lantaran wajahnya yang cantik, manis dan natural. Sedangkan Gina terkenal di kalangan adik kelas karena jabatannya sebagai anggota BEM sekaligus menjadi pengajar dikampusnya. Memiliki sahabat sepandai dan sebaik Fia buat Gina bahagia, begitu pula Fia, Ia bahagia punya sahabat sebijak Gina.

“Gina, kamu bodoh. Punya sahabat sebaik Fia malah kamu sia-siakan. Dasar Gina bodoh !!!” Gina menyalahkan dirinya sendiri, ia menyesal mendiamkan Fia seminggu ini. Ini salahnya, ia juga tidak mau disebut sahabat rendahan, maka hari itu ia bertekad kuat untuk minta maaf kepada Fia.

Selasa pagi, Gina sengaja datang pagi agar bisa menghadang Fia. Dilihatnya lapangan basket untuk menanti Fia datang. Sesekali ia tersenyum membalas lambaian tangan dari anak kelas dibawahnya. “Itu dia!” Fia berjalan dengan terburu-buru. Gina bersiap di dekat tangga untuk menyambut sahabatnya.

Tap… tap… Tap…

Terdengar suara langkah kaki. ”Itu pasti dia.” Gumam Gina. “Fia! Aku minta maaf!” teriak Gina mengagetkan sosok yang muncul. “Lho, kok bukan Fia?” Tanya Gina heran ketika menatap anak laki-laki kelas dibawahnya yang masih terkejut.
“ya ampun, maaf ya gue kira temen gue.” Ujarnya dengan muka memerah karena malu.
“oh gapapa kak, aku kesini memang mau ketemu kakak.” Tuturnya.
“Gue?”
“Iya, namaku Rio. Aku kesini mau bilang kalau aku…” Rio menggantung kalimatnya.
“Kalau lo apa?”
“Kalau aku suka sama kakak! Aku fans kakak!” pekik Rio. Sepertinya ia grogi sehingga mengatakannya dengan cepat. Dengan wajah yang masih terheran-heran, Gina melihat sosok Fia muncul dari belakang tubuh Rio.
“Fia… Maafin aku..” Dengan cepat Gina memeluk Fia. “Gue juga minta maaf.” Balas Fia. “Tapi dengan satu syarat.” Tambah Fia setelah melepas pelukannya.
“Syarat apa?”
“Lo harus move on dari Iqbal ke dia.” Fia menunjuk Rio yang nyengir kuda.
“Kenapa harus dia?” Tanya Gina.
“Karena, dia tulus suka sama lu. Dia udah lama suka sama lu sejak dia jadi praktikan lu dulu. Terus dia cerita ke gue dan minta tolong ke gue buat ngomong sama lo. Sebenernya bukan Cuma dia aja yang suka sama lu. Banyak anak tingkat bawah yang suka sama lu. Elu sih tebar pesona mulu.” Olok Fia.

“Jadi, intinya. Kak Gina mau jadi pacarku?” Tanya Rio.
“Jangan pake kak deh, engga keren.”
“Iya, deh kak eh Gina. Terima nggak?” Tanya Rio lagi.
“Terima engga ya? hemm… bismillahirahmanirrahim , terima aja deh. Kamu unyu sih!” Gina mencubit pipi Rio. Mereka tertawa bersama. Sekali lagi, Gina pada akhirnya berhasil move on.

*Happy Ending*

~Maaf jika ada yang merasa tersinggung dengan mencantumkan kesamaan nama, tokoh, karakter , dsb. Cerita ini hanya sebuah rekayasa semata, terima kasih .~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar