Sejarah persurat kabaran telah berlangsung sejak pada zaman dahulu kala sebelum masehi, dimana fungsinya yakni sebagai pemberi informasi seputar kejadian yang ada disekitarnya. Pada perjalanannya, surat kabar mengalami fase-fase perkembangan di dalam penyajian beritanya.
Dari Masa Ke Masa
Surat kabar pertama di dunia menurut sejarah jurnalistik adalah Acta Diuma. Terbit di tahun 59 sebelum masehi di kota Roma, pada zaman Julius Caesar. Isinya berupa keterangan dari istana, semacam siaran pers, tentang kebijakan-kebijakan kaisar saat itu. Karena kertas belum ditemukan pada masa itu, maka Acta Diuma ditulis di sembarang benda.
Setelah kertas ditemukan pertama kali oleh Tsai Lun (Cai Lun) yang berkebangsaan Tionghoa, yang hidup di zaman Dinasti Han, tahun 105 masehi, barulah surat kabar dibuat dengan menggunakan kertas.
Pada tahun 1450, Seorang ahli logam berkebangsaan Jerman, bernama Johan Guttenberg atau Johannes Gutenberg (Johannes Gensfleisch zur Laden zum Gutenberg), memberi sumbangannya kepada teknologi saat itu, yaitu sebuah mesin cetak yang mampu mencetak huruf secara tepat, dalam aloy logam huruf (type metal) dan tinta berbasis minyak.
Karya utama mesin cetak, yaitu Alkitab Gutenberg (juga dikenal sebagai Alkitab 42 baris), yang telah diakui memiliki estetika dan kualitas teknikal yang tinggi. Dua ratus jilid salinan Bible Gutenberg pun akhirnya dicetak, sebagian kecilnya (lebih kurang 50) dicetak di atas kulit lembu muda (velum). Dan dijual di Pameran Buku Franfurt pada tahun 1456. Secara kasar, hampir 1/4 Bible Gutenberg masih ditemukan sekarang.
Disinilah awal dari sebuah resolusi persurat kabaran dunia, berkat penemuan kertas dan mesin untuk mencetak tulisan dalam skala yang besar, dan terjadilah ledakan informasi di Eropa Renaisans kala itu.
Petisi Carolus
Johan Carolus yang berkebangsaan Jerman, mencetak surat kabar pertama, yaitu Relation aller Fürnemmen und gedenckwürdigen Historien (Collection of all distinguished and commemorable news), yang diterbitkan tahun 1605, di Strasbourg, Alsace, Perancis. Bentuknya masih berupa pamflet, dan dikenal dengan Petisi Carolus. Ditemukan di data arsip Strasbourg Municipal pada tahun 1980, dan dapat dikatakan sebagai awal dari terbitnya surat kabar. Petisi itu berisi kalimat, sebagai berikut :
Where as I have hit her to been in receipt of the weekly news advice [handwritten news reports] and, in recompense for some of the expenses incurred yearly, have informed yourselves every week regarding an annual allowance; Since, however, the copying has been slow and has necessarily taken much time, and since, moreover, I have recently purchased at a high and costly price the former printing workshop of the late Thomas Jobin and placed and installed the same in my house at no little expense, albeit only for the sake of gaining time, and since for several weeks, and now for the twelfth occasion, I have set, printed and published the said advice in my printing workshop, likewise not without much effort, inasmuch as on each occasion I have had to remove the formes from the presses …
Petisi ini kemudian dibuat secara berkala. Surat kabar didefinisikan berdasarkan kriteria fungsi publisitas, berkelanjutan, terbit secara teratur, dan aktual. Surat kabar pertama milik Carolus ini telah memenuhi definisi tersebut, serta diakui oleh asosiasi surat kabar dunia, sebagai surat kabar yang pertama pada tahun 2005.
Surat kabar tertua di dunia yang hingga saat ini masih terbit, adalah Post - Och Inrikes Tidnigar, dari Swedia, yang terbit mulai tahun 1645.
Surat kabar yang terperinci adalah Journal An Sou de Nouvelle, yang terbit di Perancis pada masa Napoleon Bonaparte, abad ke-17, berisi tentang perjalanan tentara Napoleon dari Paris menuju Napoli di Italia.
Namun, banyak orang meyakini, bahwa tren surat kabar dengan format yang kita kenal seperti sekarang ini, pertama kali dicetak di Inggris pada tahun 1618, oleh Stanley Morison.
Batavia Nouvelles
Adapun surat kabar pertama yang terbit di Indonesia, yaitu berbentuk iklan, bernama Batavia Nouvelles, yaitu pada Agustus 1744.