Umumnya bayi kembar yang lahir memiliki warna kulit senada seperti putih atau sama-sama hitam. Tapi ternyata ada anak kembar yang lahir dengan warna kulit berbeda yaitu hitam dan putih.
"Beberapa orang terkadang masih tidak mempercayai bahwa keduanya adalah kembar, termasuk gurunya terdahulu. Keduanya pun memiliki karakter berbeda, ketika tumbuh dewasa Millie lebih pemalu dan membutuhkan waktu beberapa saat untuk bersuara jika ada orang baru yang menyapanya, sedangkan Marcia sedikit bersikap bossy," ujar Amanda (42 tahun) sang bunda, seperti dikutip dari Dailymail
Amanda menuturkan semua orang selalu kagum dengan keduanya dan menganggapnya sebagai saudara bukan pasangan kembar.
Pasangan kembar berbeda warna kulit ini akan memasuki sekolah pertamanya di Osborne Junior and Infant School di Erdington, Birmingham. Kembar beda warna kulit tentu saja tidak akan membuat guru kesulitan membedakannya.
Amanda dan suaminya Michael (43 tahun) baru memiliki anak kembar tersebut setelah 10 tahun menikah melalui perawatan bayi tabung atau in vitro fertilisation (IVF).
Dr Stephen Withers, dari klinis genetika interanasional menambahkan kondisi ini biasanya terjadi pada pernikahan ras campuran, yang mana satu telur memiliki dominan untuk satu warna kulit. Namun hal ini diakui cukup langka terjadi yaitu sekitar 1 dari 1 juta kehamilan, terutama jika bisa menghasilkan bayi kembar secara bersamaan.
Langkanya kondisi ini karena untuk memiliki dua sel telur yang dibuahi dengan gen warna kulit berbeda masih kurang umum terjadi, dan cenderung terjadi pada kembar fraternal. Namun diperkirakan hal ini bisa saja menjadi kondisi yang umum, seiring dengan semakin banyaknya pasangan ras campuran.
"Ibu berkulit hitam kemungkinan memiliki leluhur yang berkulit putih atau sebaliknya ayah berkulit putih memiliki leluhur yang berkulit hitam. Sehingga pada kondisi tertentu gulungan DNA yang mati menyebabkan bayi dari orangtua birasial ini hanya mewarisi pengkodean genetik untuk satu warna," ujar Peter Propping, mantan direktur Institute for Human Genetics di Bonn University.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar